Selasa, 05 Mei 2009

POTRET REALINO 23 APRIL 2009




Ivaneide Xavier De Sousa
Tanah Pohon

Ada pohon yang berdiri tinggi atas tanah dan batu. Tidak ada bunga, tak ada buah. Tapi betapa hebat akarnya yang tersebar-sebar.
Tanah menyediakan pohon bertumbuh

Sama dengan kamu dan aku dahulu

Ada lagu yang membawa aku ke masa lalu
Kamu bersamaku
Aku di sisimu
Dua dunia menjadi satu
Apakah pernah ada pohon hidup tanpa tanah?

Kini kamu tetap di situ seperti dahulu
Aku yang dibedakan bentuk
Aku sekarang hanya sekedar
Pintu dari gedung yang ambruk

Nguyen Thanh Tung
Raksasa Hijau

Selamanya tinggal
Raksasa di sana
Dalam kakinya
Besar badan, panjang tangan
Hijau yang kekal mencari langit
Dia meraih yang tinggi sepi
Dia menyanyi bunyi yang lembut
Dunia hangus terbakar segar!

Wahai raksasa!
Kaulah yang kuat!!
Kaulah yang hebat!!!
Kau aku puja!!!!

Bitbit P.
Pendekar Realino
kutemui sang pendekar
cuilan yang tersisa
realino sedikit nyaman berkatmu
hiduplah 100 tahun lagi
tiga tahun lalu, guncangan dahsyat!
manusia kalang mawut
nampaknya Tuan Alam murka
para pendekar dikebiri mesin gergaji
mati jadi lemari
hiduplah 100 tahun lagi
wahai cuilan pendekarku
dengarlah para manusia penghuninya
biarkan hidup 100 tahun lagi
hamba mohon...

Petrus Sepi Kagoya
Gema Lonceng Kapel Robertus

Riuh bising dari sebuah layar hitam
Permainan hidup sedang berlangsung
Antara cinta, mati, hidup, keindahan
Berlangsung kolot dalam layar

Gema lonceng kapel Robertus sunyi
Ocehan-ocehan pria wanita mengisi menembus udara
Bising motor mobil lewat menabrak angin
Berlangsung, mengusik dalam otak

Dimana ku bisa duduk tenang tanpa kebisingan?
Suara-sura itu memecah pikiranku
Aku resah dengan semua termasuk puisi ini

Rosa Sekar M.
Cerita Pada Rumput

Aku masih ingat ketika tanah itu dicangkul
Dengan angin yang membuat separuh punggungmu meriang
Dan harum yang asing meruap dari ujung-ujung jari

Tapi, sekarang kau sudah menumbuhkan sayap
Yang bukan Cuma sepasang untuk satu helai
Dan akan kuberikan pula karena aku punya kaki
Kupu-kupu dan jalak uren, angin dalam desik hari lalu

E.Adinda Purborini
Jeritan Lapangan Tenis

Kemanakah kalian pergi?
Mengapa tak terdengar pantulan bola?
Mengapa tak terdengar tepuk tangan dan sorak-sorai?
Tunjukkanlah backhand, forehand dan servicemu
Perdengarkan kembali langkah kakimu
Kuingin kembali melihat air matamu keringatmu
Kegembiraan dan kesedihan, harapan dan pengorbanan
Jangan biarkan aku sendiri bersama daun-daun kering
Kembalilah teman-temanku

Y.Carol Kurnia
Seorang Teman di 20 Menit yang Kosong


Angin berhembus sangat pelit
Siang 23 April 2009
Hamparan rumput lapangan bola
Terhampar luas di balik punggungku

15 menit sudah, aku duduk di sini
Hanya diam sambil mlongo

20 menit berlalu dengan kekosongan
Dan dating seorang sahabat yang senang
Mendapat buku barunya yang terbit
Seraya bercerita tentang perjalanannya
Dari Solo

Nganthi Wani
Sebuah Tempat dengan Huruf “R”

Lengang melenggang
Burung mengepak di jalan setapak
Embun masa lalu tertinggal di dedaunan
Pintu gerbang itu punya cerita
Cerita tentang kenangan dan masa lalu
Tentang akhir pertemuan si mata kiri dengan sang putrid
Tentang awal permulaan terbitnya sebuah kreasi

Catatan:

Puisi-puisi di atas merupakan hasil dari kuliah di luar kelas, yaitu di lapangan realino. Pada hakikatnya kuliah tersebut memberikan kebebasan kepada mahasiswa untuk mengeksplorasi alam, memotret realitas objektif dan melulurnya dengan imajinasi masing-masing. Aktivitas ini dilakukan berangkat dari pemikiran bahwa puisi bisa diciptakan dengan pengamatan terhadap lingkungan alam sekitar. Dari hasil pengamatan itu lahirnya beberapa puisi yang merupakan interaksi dengan pepohonan, masa lalu, kenangan, dan kritik terhadap lingkungan. Pepohonan memiliki makna yang berbeda-beda bagi setiap orang. Ivanaide menjadikan pohon sebagai wakil dari sosok jati dirinya sendiri ("aku") yang tak abadi. Nguyen melihat pohon yang tinggi kekar (karena berusia puluhan tahun) sebagai sosok tak tertandingi dan bahkan harus dipuja (sic!). Di sisi yang lain, Bitbit memaknai pohon di realino sebagai pendekar yang harus mampu melindungi realino...Puisi "Tanah Pohon" terasa lebih "menggigit" karena puisi itu tidak sekedar memaknai pohon sebagai 'pohon', tetapi dunia tarik ulur antara keabadian-kesangsian-dan kesetiaan.

Puisi "Gema Lonceng Kapel Robertus" memiliki kelebihan pada penangkapan realitas objektif karena pada sekitar pukul 12.00 lonceng dari kapel Robertus terdengar jelas. Puisi ini perlu diverifikasi pada pemilihan kata-katanya yang terasa tergesa-gesa. Puisi "Cerita Pada Rumput" merupakan puisi sederhana yang begitu dalam terutama oleh pilihan kata pada bait pertamanya. Sayangnya intensitas itu tidak dipertahankan dengan baik pada bait kedua. Puisi "Jeritan Lapangan Tenis" berhasil menggambarkan romantika masa lalu berkaitan dengan pemanfaatan lapangan realino, sayangnya puisi ini diciptakan tanpa perenungan yang lebih dalam. Puisi "Seorang Teman di 20 Menit yang Kosong" sesungguhnya rada unik. Judulnya sudah baik dan "peristiwa" yang ingin dipaparkan juga sesuatu yang natural. Hanya saja diksi dan pokok soal (subject matter-nya) harus bisa dimaksimalkan lagi. Puisi "Sebuah Tempat dengan Huruf R" cukup imajinatif. Asosiasi dan simbolisasinya sudah mengena. Persoalannya terletak di baris akhir yang kemungkinan besar kata-katanya bisa diedit kembali sehingga tidak menimbulkan kesan yang "biasa" bagi pembaca.



0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda